Menikmati sup ukhuwah


DwiPurnawan – Ikhwah, sebuah pengingatan untuk kita bersama, para penyeru kebaikan, bahwa kita paham jalan ini

Ukhuwah
Ukhuwah

begitu sulit, panjang, dan tajam banyak rintangan. Oleh karena itu saling menasihati adalah bagian dari upaya untuk memperbarui kekuatan dan menyegarkan energi jihad kita. Dan alhamdulillah, setelah sekian lama tidak mengisi tulisan di blog ini, karena beberapa bulan sibuk dengan ‘yang lain’, akhirnya pada kesempatan ini kembali diberikan waktu dan kesempatan untuk berbagi cerita, saling menginspirasi, dan saling memotivasi.

Akhi, saya ingin berbicara tentang kebersamaan. Tentang amal jama’i. Tentang sapulidi, yang oleh beberapa teman beberapa waktu lalu sempat dijadikan komunitas diskusi. Mari kita berbicara sapulidi. Jika hanya satu buah, seberapa kuat dan seberapa efektif kah, sebatang sapu lidi itu membersihkan sampah yang berserakan di jalan? Di awal-awal mungkin ada rasa semangat yang menggebu dan keyakinan yang kuat akan mampu membersihkan semua sampah-sampah itu dengan sebatang lidi. Namun kemudian yang terjadi adalah kelelahan yang semakin lelah, ke pesimisan akan mampu membersihkan sampah yang berserakan, bukan menjadi bersih sampah berserakan, yang terjadi malah patah lidi menjadi dua atau mungkin patah menjadi beberapa bagian. Namun ketika lidi itu digabungkan dengan lidi-lidi lain dalam satu ikatan yang kokoh, maka yang terjadi adalah kekuatan yang luar biasa besar membersihkan sampah yang berserakan. Ia pun menjadi sulit untuk dipatahkan. Begitulah amal jama’i.

Karena akhi, kita bukan manusia super yang mampu mengerjakan semuanya sendirian. Bukan Batman, Superman, Spiderman, atau Man – man yang lain, yang kalau kita lihat, semua kebathilan dimuka bumi ini bisa kita tangani dengan sekejap dan seorang diri. kita bagian dari sebuah tubuh yang saling menguatkan. Yang satu sama lain punya fungsi, punya kelebihan dan kekurangan. Saling menguatkan. Saling memberikan motivasi. Bukan saling hujat – menghujat satu sama lain. Karena kita sangat tahu, bahwa dengan potensi-potensi itulah kemudian disatukan menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa.

Akhi, mari kita renungi lagi hakikat ukhuwah yang sering disampaikan murobbi – morobbi kita dalam halaqoh pekanan. Bukankan ukhuwah, yang merupakan pilar penting arkanul baiat ini adalah akan menjadi kekuatan utama untuk mensukseskan amal – amal kita. Ukhuwah, yang didalamnya ada amal jamai menjadi hal yang sangat penting dalam menyukseskan segala amal dakwah yang kita gulirkan. Ukhuwah, yang kita maknai dengan ikatan persaudaraan, yang kemudian sering kita berdoa agar ditautkan hati kita dalam doa rabithoh, adalah buah dari komitmen, konsistensi, kepahaman, amal, dan keikhlasan yang mendalam yang dimiliki oleh seorang aktifis dakwah. Lalu bagaimana kemudian, seorang aktifis yang sudah memiliki level dakwah tinggi, masih saja saling menghujat, suudzan, tidak tsiqah dengan saudaranya. Berarti sepertinya materi ukhuwah itu belum benar – benar masuk dan kita amalkan dalam aktifitas kita. Dan kita selayaknya patut untuk merenungi kembali, dan memohonkan ampunan kepada Allah atas sikap kita kepada saudara kita yang demikian.

Salah satu hal yang selama ini jarang kita lakukan, dalam mengapliasikan makna ukhuwah itu, adalah kita jarang mengunjungi saudara kita, jarang menanyakan kabarnya, jarang untuk berbicara dari hati kehati, sehingga tautan hati itu pelan – pelan akan renggang. Dan barangkali itulah yang menyebabkan dakwah kita semakin hambar, tanpa makna, tanpa visi yang jelas. Yang ada hanya rutinitas, yang ada hanya kewajiban untuk menggugurkan kewajiban kita. Yang ada, ketika bertemu dengan ikhwah kita, kita hanya menanyakan “gimana akh progjanya sudah berjalan?, antum harus gini, gitu sana, sini, bla bla, bla?”. Ashtagfirullah.

Saya begitu iri dengan ustadz – ustadz kita, ketika itu diceritakan oleh Murobbi, tentang aplikasi ukhuwah yang benar – benar sangat mengharukan. Ceritanya ketika itu, dalam sebuah agenda mukhoyam ustadz – ustadz, ada salah satu ustadz yang tertimpa pohon kakinya, yang membuat beliau tidak bisa berjalan, padahal jalan long march naik gunung hanya setapak. Lalu apa yang dilakukan oleh rombongan ustadz yang lain? Mereka mengangkat ustadz yang tidak bisa berjalan ini, menandu, bergiliran, sampai akhirnya selesainya long march mandaki gunung tersebut. Luar biasa. Walaupun fisik sudah sepuh, tetapi semangat para asatidz tersebut dalam memaknai ukhuwah sungguh patut kita tiru. Saat ini juga.

Akhi, mari kita merenungi kembali, tentang makna ukhuwah. Mari kita maknai ukhuwah seperti para sahabat – sahabat rasululah memaknainya. Tentang proyek persaudaraan Anshor – Mujahidin yang menyejarah. Mari kita belajar dari mereka. Belajar untuk memaknai ukhuwah dengan sebenar – benarnya. Karena akhi, jangan kita fikir bahwa istiqomahnya kita dalam jalan ini adalah karena amal kita yang banyak. Jangan kita berfikir bahwa istiqimahnya kita menapaki jalan ini adalah karena kapasitas kita. Jangan kita berfikir bahwa kitalah yang menentukan arah dari dakwah ini. Tetapi bisa jadi, yang membuat kita istiqomah, membuat kita nyaman berada dalam jamaah kebenaran ini adalah doa – doa dari saudara kita. Yang dengan senyum manisnya, mata sayunya, wajah lelah karena jarang tidur, justru waktunya ia habiskan untuk mendoakan kita agar tetap istiqomah. Tetap tegar berada dijalan ini.

Akhi, mumpung masih ada waktu, mari kita renungi kembali pemaknaan dari kata ukhuwah. Sudahkah hari ini kita taaruf dengan saudara kita. Sudahkah diwaktu ini kita memulai untuk saling memahami dengan saudara kita? Sudahkah hari ini kita saling tolong menolong dan senantiasa menanggung beban saudara kita?. Mari kita merenungi kembali tentang hakikat ukhuwah. Akhi, masih ada waktu, mari kita kunjungi saudara kita, bawakan satu bungkus nasi megono yang bisa antum beli di Fanas, atau bawakan semangkuk sup ukhuwah yang bisa antum dapatkan diwarung embun. Atau bisa juga antum bawakan semangkuk coctail coklat yang bisa antum dapatkan di Green Ice. Lalu kemudian makan sup ukhuwah dan coctail coklat tersbut dengan saudara kita, sambil berbicara dari hati, dari jiwa yang terdalam. Dengan senyum semanis – manisnya, berikan oleh – oleh itu untuk saudara kita. Dan katakan, ‘ana ukhibuka fillah, akhi’.

Afwan, hanya kontemplasi untuk pribadi yang masih belum memaknai ukhuwah dengan sebenar – benarnya. Mari kita maknai ukhuwah ini dengan sebenar – benarnya amal. Semoga menginspirasi. Semoga istiqomah, semoga barokah, semoga khusnul khatimah.

 

 

Mari berdiskusi